RSS
Container Icon

Fire camp (Part 3) Edisi : 7 Bidadari


Baru saja aku merebahkan tubuh yang terasa lelah ini, ketika dengan tiba-tiba semua peserta diminta berkumpul di aula. Berat sekali menegakkan badan, tapi jika tetap tinggal di dalam ruangan ini juga bukan pilihan yang bagus. Rintik hujan masih berjatuhan diiringi sapuan angin yang cukup garang. Daun pintu yang tidak lagi kokoh sebab telah lapuk dimakan usia sedikit-sedikit menjerit ringkih oleh tendangan sang Bayu. Aku putuskan untuk segera mengikti teman-teman ke aula daripada terlalu lama bermanja dengan kantuk.
Berdirilah di hadapan kami sang Korlap beserta seorang laki-laki setengah baya. Sosoknya yang tegap telah menunjukkan bahwa beliau adalah seorang yang terlatih oleh militer. Dimulai dari perkenalan singkat, beliau memberi kami warning agar lebih memperhatikan kedisiplinan, terkait juga dengan kebersihan, kerapihan dan kepatuhan.
Hingga mulailah cerita tentang rumor yang selama ini ada menyelubungi wilayah ini. Wingit, angker. Intinya jagalah keharmonisan, lingkungan bersih, dan disiplinlah dalam segala hal, begitu bapak yang telah bertugas selama 5 tahun di sini menegaskan.
Malam ini kalian merasa tidak bahwa hawa, suasana di sini sangat tenang. Maka dari itu saya menghimbau kepada adik-adik semua agar tetap waspada. Semoga tidak terjadi apa-apa 
Owh…..bulu kuduk bereaksi. Ah tapi kantuk ternyata menang mendominasi ragaku. Sekembalinya ke ruang tidur aku tidak perlu waktu yang lama untuk terlelap. Bismillah.
Tidak seperti malam sebelumnya, kali ini peserta dibangunkan lebih dini. Untuk ? Acara malamlah. Aku kira bakal diajak jalan jauh menuju bukit di sebelah utara... yah karena kita diharuskan bawa senter sebagai syarat wajib. Senter dikumpulkan dan aku tak bisa menebak lagi entah mau diapakan.
Dengan mata tertutup oleh selembar slayer satu persatu orang berpegangan ke pundak teman di depannya. Sampai saat itu aku masih saja menganggap bakal diajak tour malam jauh ke luar barak. Seorang teman bahkan memintaku tukar posisi, dia tidak mau menjadi bagian ujung ekor barisan.
Kami berputar sebentar dengan langkah kecil. Prasangkaku berbicara, jangan-jangan mau di lepas satu-satu lagi. Saat sepasang tangan milik teman di belakangku ku rasakan tak lagi berada di pundak, aku memanggil-manggil namanya dengan cemas. Ada apa ini ? Penculikan ?
Selang beberapa detik kemudian giliran peganganku yang dipaksa lepas dari pundak teman di depanku….. Aku gelagapan, pun dia yang merasa aku terlepas dari barisan. Sama sepertiku, ia juga memanggil-manggil namaku dengan gugup dan bingung.
Aku sudah pasrah untuk apa yang akan kualami kemudian…..
Hingga seseorang memaksaku untuk duduk. Oopss…cuma duduk manis ? Atau jangan-jangan ini adalah antrian menuju kegelapan di antah berantah. Suasana sepi hanya terdengar beberapa gerakan dan bisik lemah beberapa orang. Agak lama aku menunggu seraya merapal berbagai doa keselamatan……
***
Kurang lebih sejam lamanya dibuka forum sharing antara 2 angkatan kakak adik. Masih dengan mata tertupup. Keluarlah unek-unek dari kedua belah pihak dan diakhiri dengan saling memaafkan dan berkomitmen untuk meningkatkan kualitas hubungan ukhuwah itu.
Setelah itu, game pun di mulai: Bentrokan fisik !
Gelap masih menyelimuti langit, dingin menyerubut. Pepohonan tampak sebagai raksasa hitam yang menjulang. Barak yang tua dengan kesendirian berdiri tegar.
Kami larut dalam game, tak lagi memperdulikan suasana. Teriakan kami lepas, menyerang dan bertahan dari serbuan yang brutal. Game kedua tidak jauh beda. Masih juga mengandalkan fisik. Hingga jatuhlah seorang kawan, pingsan. Game pun usai.
Shalat tahajud dilaksanakan, dilanjutkan subuh. Kantukku menerjang kesadaran, aku tak dapat mengikuti kultum. Selain sayup-sayup suara yang menambah berat lagu nina bobok untukku.
Oh ya, aku harus segera memutuskan bagaimana aku pulang secepatnya. Sebelum terlambat dan aku dinyatakan : gugur ! Kupandangi sekeliling, mencoba meminta bantuan. Tapi lidahku kelu siapa yang mau pulang sepagi ini ?? Sementara beberapa kawan justru menyusul kemari nanti. Aku mau tukar tempat dengan mereka…..
***
Olah raga telah disudahi. Sarapan pagi bersama seperti kemarin kali ini aku lebih bergairah. Nasi pecel dan mendoan, masih hangat.
Makannya mau diberi waktu atau tidak ? 
”Tiiiidaaaakkkk….. kompak kami menjawab.
Oke. Tak pake waktu. Tapi ada aturannya. Hemm…sebungkus di tangan kalian itu bisa habis dalam 6 kali suap. Nah, untuk itu, buat yang putra, saya kasih sampai 10 suap dan putri 15 suap. tidak ada negosiasi lagi ! 
hhhuuuuuuu…
Ayo mulai, hitungan dari saya ! 
Aku tak merasa harus menuruti aturan itu. Terlalu sayang untuk melewatkan rasa nikmat ini. Kubuat aturan sendiri, yang penting habis kandas dan aku puas. Hehehehehe.
Matahari semakin tampak nyata sinarnya. Jarum jam terus bergerak. Hampir-hampir air mataku meleleh, teringat lagi proses seleksi yang seharusnya kujalani pagi ini. Tapi ragaku masih di sini, tak berdaya. Aku masih ingat perjuanganku sore itu, membawa berkas pendaftaran dengan cemas di menit-menit terakhir. Saat itu aku masih yakin, aku akan mendapatkannya. Aku meyakininya sebagaimana aku percaya bahwa mentari terbit dari timur, namun siapa yang bisa menjamin ia akan menampakkan diri di setiap pagi hari??
Aku tahu, jika aku memang bersungguh-sungguh, aku akan mengusahakannya hingga mentok. Dan Allah pun akan memudahkannya !
Dalam urusan ini, upayaku tidaklah seberapa. Aku hanya bersedih dang kecewa, tetapi tidak berbuat banyak untuk berjuang. Ya Allah, aku cuma percaya bahwa akan kudapati jawaban yang indah nanti, atas apa yang terjadi sebenarnya untukku.
Aku tidak boleh merusak hari ini dengan duka dan penyesalan yang tiada guna, itu akan memperburuk keadaan. Sudahlah, biarkan hatiku melupakan sakit dan kembali bergembira untuk menyambut kejutan-kejutan hari ini. Maka aku pun fokus pada tugas yang mesti kami tuntaskan, sejumlah ayat mesti kami hafal sebagai tiketnya. Kemudan bersama seluruh peserta, aku ikut masuk dalam metromini yang telah disewa untuk membawa kami ke suatu tempat. Dan kebimbanganku putus sudah, keputusan telah final, aku akan menyandang status gugur dalam seleksi beasiswa itu.
Air Terjun 7 Bidadari, sebaris tulisan pada sebuah papan terbaca olehku. Langsung deh otakku menghubungkan kisah Jaka Tarub yang beberapa kali kudapati di buku-buku cerita rakyat nusantara. Mungkin kisah itu memang diangkat dari legenda yang ada di sini. Yang jelas aku belum menemukan tulisan yang mengangkat bukti itu secara akurat. Alih-alih aku bukan mahasiswa sejarah ataupun sosiolog. ya sudahlah, leave it !
Kehadiran kami telah memecah sepi pagi di salah satu tempat wisata alam itu. Belum banyak wisatawan yang mengunjunginya dalam waktu sepagi itu. Teriakan yel-yel dari masing-masig kelompok dan serunya games di arena terbuka itu telah menghangatkan suasana. Kami berpindah ke arena basah, masuk ke sungai yang airnya tidak lebih tinggi dari setengah tinggi badan orang dewasa. Aku dan teman-teman turun lengkap dengan sepatu di kaki. Basah sekalian saja ! 
Bebatuan yang ada di sana sini membuat kami harus lebih berhati-hati. 3 Pos air telah kami lewati tanpa memikirkan rasa dingin yang menggigilkan tubuh. Puas juga bisa berbuat sedemikian nekatnya. Coba kalau hanya sekedar berwisata, rasanya kok tidak mungkin ya bakal sebasah dan sePeDe itu di hadapan para pengunjung lainnya yang mulai berdatangan. Yah, mungkin kami juga menjadi salah satu objek yang patut dinikmati untuk hari itu  selain air terjun yang mengalir deras dari ketinggian.
***
Kami dikumpulkan untuk acara penutupan. Di aula itu, seluruh peserta dan panitia, juga manajemen duduk melingkar.
”Sengaja saya bersikap tegas untuk tidak mengizinkan peserta untuk keluar dari sini sebelum acara ini selesai. Bahkan, saya telpon langsung teman-teman yang izin di awal untuk segera menyusul kemari. Karena acara ini telah kami rencanakan dengan sungguh-sungguh agar temen-temen etoser mengambil manfaatnya.”
”Sebenarnya kalau mau, sekarang ini saya sedang berada di daerah Solo untuk mengisi training motivasi. Saya harus menghilangkan nafsu saya sehingga saya memilih untuk tetap di sini, mendampingi teman-teman. Itu tidak mudah, jika dihitung secara materi, di sana saya akan dapat sekian juta, itu jauh lebih besar untungnya bagi saya dibandingkan di sini saja.”
”Tapi tidak. saya melimpahkan orang lain untuk menggantikan amanah saya di sana, demi teman-teman. Kami sedang dalam tahapan membina SDM yang natinya menjadi para pemimpin dan tonggak kesuksesan bangsa. Ini adalah lebih besar dan lebih panjang efeknya.”
Jadi jika aku harus mengurungkan ikut seleksi lanjutan beasiswa itu, adalah bukan sesuatu yang terlalu menyakitkan. Karena ternyata banyak pula agenda-agenda besar dari teman-teman saya, pihak manajemen, panitia, yang juga harus dikorbankan. Untuk tetap bertahan di sini, untuk mendapatkan berbagai ilmu dan inspirasi. Kini aku hanya percaya, masih banyak rencana lain dari Allah yang jauh lebih indah.

-----The end---

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar